Anda malu untuk berkonsultasi?? Anda dapat mengirimkan email melalui smpk_marfat@yahoo.co.id. Dijamin kerahasiaan akan terjaga dengan baik.

26 Oktober 2007

Sebuah Refleksi Untuk Orang Muda

SEBUAH REFLEKSI UNTUK ORANG MUDA

DELAPAN “ KEBOHONGAN “ SEORANG IBU DALAM HIDUPNYA

Dalam kehidupan kita sehari –hari, kita percaya bahwa kebohongan akan membuat manusi terpuruk dalam penderitaan yang mendalam. Akan tetapi kisah berikut ini, justru sebaliknya. “ KEBOHONGAN “ seorang ibu justru dapat membuka mata kita dan membawa kita pada permenungan yang mendalam.

Kisah ini bermula ketika aku masih kecil. Aku terlahir sebagai seorang anak laki – laki di sebuah keluarga miskin. Bahkan untuk mendapat makanan sehari – hari terasa sangat sulit, serba kekurangan. Setiap kali jam makan tiba, ibu sering mamberikan porsi nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke piringku, ibu berkata : “ Makanlah Nak, ibu masih kenyang “ . ITULAH KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA

Ketika aku mulai tumbuh remaja, ibu yang selalu b erjuang dengan gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekat rumah. Ibu berharap agar ikan hasil pancingannya dapat memberikan sedikit gizi untuk menunjang pertumbuhan dan perkembanganku. Sepulang memancing, ia memasak sup ikan segar sehingga mengundang selera makanku. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk di sampingku dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, sehingga hatiku sungguh tersentuh. Lalu aku memberikan sedikit potongan ikan yang masih tersisa kepada ibuku, tetapi ibu menolak dan berkata : “ Makanlah Nak, ibu belum selera makan ikan !”. ITULAH KEBOHONGAN IBU YANG KE DUA

Sekarang aku masuk SMP. Untuk membiayai sekolah kakakku, ibu pergi ke koperasi membawa korek api untuk ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kebutuhan hidup. Di kala musim dingin tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya menempel kotak korek api. Aku berkata : “ Bu, tidurlah, sudah malam, besok pagi ibu masih harus bekerja !” Ibu tersenyum dan berkata : “ Cepatlah tidur Nak, aku tidak capek kok !” ITULAH KEBOHONGAN IBU YANG KE TIGA

Ketika ujian sekolahku tiba, ibu meninggalkan pekerjaannya supaya dapat menemaniku saat belajar. Setelah aku menyelesaikan ujian hari itu, ibu segera menjemputku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untuk ku minum. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera membagikan tehku untuk ibu. Ibu berkata: “ Minumlah Nak, aku tidak haus “. ITULAH KEBOHONGAN IBU YANG KE EMPAT

Setelah kepergian ayah karena sakit, ibuku yang malang harus merangkap sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan yang digelutinya, ia harus membiayai kebutuhan hidupnya sendiri dan anak – anaknya. Kehidupan keluarga kami pun semakin susah. Tiada hari tanpa “ Penderitaan “ Melihat kondisi keluarga kami yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati yang tinggal dekat dengan rumah kami. Ia ikut membantu ibu dan kami sekeluarga. Ketika melihat kesengsaraan ibuku, para tetanggamemberi nasihat supaya ibu menikah lagi. Tetapi ibuku tidak menuruti nasihat para tetangga itu. Ia malah berkata : “ Aku tidak butuh cinta “ ITULAH KEBOHINGAN IBU YANG KE LIMA.

Pada saat aku, kakak tamat sekolah dan sudah bekerja, ibu yang sudah tua renta itu seharusnya pension sambil menikmati jerih payah anak – anaknya. Tetapi ternyata ibu masih aktif bekerja, menjual sayur ke pasar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kakak yang bekerja di luar kota pernah mengirim uang untuk ibu. Tetapi ibu menolak dan mengirim kembali uang tersebut, seraya menulis pesan : “ Jangan khawatir anakku, ibu masih mempunyai duit. “ ITULAH KEBOHONGAN IBU YANG KE ENAM

Setelah lulus S-1, aku mendapat beasiswa dari sebuiah perusahaan untuk mengambil S-2 di sebuah universitas ternama di Amerika Serikat. Dan setelah aku lulus S-2 aku pun bekerja di perusahaan itu dengan gaji yang lumayan tinggi, aku m\bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika Serikat. Tetapi ibu yang baik hati ini tidak ingin merepotkan anaknya. Ia berkata : “ Ibu merasa bahagia dengan hidup seperti ini!” ITULAH KEBOHONGAN IBU YANG KE TUJUH

Dalam usia yang sudah tua renya, ibu terserang oenyakit kangker lambung, dan ia dirawat di sebuah rumah sakit. Aku yang berada jauh di seberang samudra Atlantik segera pulang untuk menjenguk ibunda ku tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah setelah menjalani operasi. Ibu ku yang sudah tak berdaya itu menatapku dengan penuh cinta dankasih saying. Sambil menahan rasa sakitnya yang hebat, ia masih sempat menebarkan senyumannya padaku. Ia sangat kurus dan lemah. Aku hanya bisa menatapnya, membelai tubuhnya yang tinggal tulang dibungkus kulit , sambil menahan derail air mata yang mengalir di pipi. Hatiku perih dan sedih melihat kondisi ibu seperti itu. Tetapi ia tetap tegar dan masih sempat menghiburku, katanya “ Jangan menangis anakku, sebentar lagi ibu akan sembuh.” ITULAH KEBOHONGAN IBU YANG KE DELAPAN.

Lalu ia memegang tanganku seraya berkata: “ Perjuangan ibu sudah selesai. Tuhan memberi, Tuhan pula yang mengambil, terpujilah nama-Nya .” Sambil menutup matanya, ia berkata lirih : “ Ya Tuhanku, ke dalam tangan kudus-Mu kuserahkan nyawaku.”

Itulah cinta seorang ibu! Cinta yang hanya memberi dan terus memberi, tak mengharapkan balasan. Cinta yang mengalir bagaikan pancuran mata air lereng – lereng gunung yang senantiasa mengairi hati anak – anaknya. Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk membalas cinta orang tua, ayah dan ibu kita ? Di mana ada cinta di situ ada kehidupan, SEMOGA KITA MEMILIKI HATI YANG MENCINTAI

Dikutip dari Media Paroki St. Yusup Jember

Tahun ke VIII.No. 73 Agustus 2007

Rata Kiri Kanan